KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas
tentang “Diversity(keberagaman)”.
Dalam
kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan,
bimbingan dan arahan kepada penyusun.
Dalam
makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran
dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan.Semoga makalah
ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.
Makassar, 19 Mei 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. 1
DAFTAR ISI ................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 3-4
A.
Latar Belakang ......................................................................... 3
B. Rumusan masalah ..................................................................... 4
C. Tujuan ....................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 5-
A. Pengertian keberagaman
menurut para ahli.................................. 5-6
B.
Pengertian keberagaman
menurut para ahli.................................. 6-8
C. Perlunya memahami
keberagaman............................................... 8-11
D. Keberagaman dalam
organisasi.................................................... 11-13
E. Manajemen keberagaman............................................................. 13-14
F. Cara mengelola keberagaman....................................................... 14
G. Perspektif
keberagaman............................................................... 14-15
H. Minat
terhadap keberagaman....................................................... 16
I.
Manfaat budaya terbuka.............................................................. 16-17
J.
Masalah keberagaman.................................................................. 18
K. Terobosan
implementasi keberagaman......................................... 19
L. Keterampilan
manajemen keberagaman....................................... 19
M.
Kedewasaan keberagaman........................................................... 20
BAB III PENUTUP...................................................................................... 21
A. Kesimpulan ............................................................................. 21
B. Saran ...................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keragaman atau diversity adalah keniscayaan
yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang
tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat
majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga
terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan
pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah
tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar
dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi
geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir,
dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan.
Dengan
keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan
dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang
lengkap dan bervariasi. Dan tak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan
politik masyarakat Indonesia mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar
kebudayaan yang dirangkai sejak dulu. Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak
hanya meliputi antar kelompok sukubangsa yang berbeda, namun juga meliputi
antar peradaban yang ada di dunia. Labuhnya kapal-kapal Portugis di Banten pada
abad pertengahan misalnya telah membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan
dunia internasional pada saat itu. Hubungan antar pedagang gujarat dan pesisir
jawa juga memberikan arti yang penting dalam membangun interaksi antar
peradaban yang ada di Indonesia. Singgungan-singgungan peradaban ini pada
dasarnya telah membangun daya elasitas bangsa Indonesia dalam berinteraksi
dengan perbedaan. Disisi yang lain bangsa Indonesia juga mampu menelisik dan
mengembangkan budaya lokal ditengah-tengah singgungan antar peradaban itu.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian keberagaman
menurut para ahli?
2. Mengapa perlunya memahami
keberagaman?
3. Apa keberagaman dalam
organisasi?
4. Apa asas manajemen
keberagaman?
5. Bagaimana cara mengelola
keberagaman?
6. Apakah perspektif keberagaman?
7. Apa minat terhadap keberagaman?
8. Apa manfaat budaya terbuka?
9. Apa saja masalah keberagaman?
10. Apa terobosan implementasi
keberagaman?
11. Bagaimana keterampilan manajemen
keberagaman?
12. Bagaimana kedewasaan keberagaman?
C. Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui pengertian
keberagaman menurut para ahli?
2. Mengetahui perlunya memahami
keberagaman?
3. Mengetahui keberagaman dalam
organisasi?
4. Mengetahui asas manajemen
keberagaman?
5. Mengetahui cara mengelola
keberagaman?
6. Mengetahui perspektif keberagaman?
7. Mengetahui minat terhadap
keberagaman?
8. Mengetahui manfaat budaya terbuka?
9. Mengetahui masalah keberagaman?
10. Mengetahui terobosan implementasi
keberagaman?
11. Mengetahui keterampilan manajemen
keberagaman?
12. Mengetahui kedewasaan keberagaman?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Keberagaman Menurut Para Ahli
Keberagaman atau diversity semula dipergunakan dalam
pengertian secara umum sebagai pernyataan bervariasi (Chris Speechley dan Ruth
Weatley, 2001: 4). Namun, keberagaman kemudain berkemabang dan dipergunakan
untuk menjelaskan terdapatnya variasi di tempat pekerjaan, karena dalam suatu
organisasi terdapat orang dengan berbagai latar belakang dan budaya.
Frederick A. Miller dan Judith H. Katz (2002: 198)
berpendapat bahwa keberagaman merupakan tentang identitas sosial kelompok yang
meliputi suatu organisasi. Mereka menyatakan pula bahwa terminologi keberagaman
atau diversity sering salah dipergunakan, dengan saling mempertukarkan dengan
pengertian affirmative action, equal employment opportunity, dan inclusion,
karena masing-masing mempunyai makna sendiri yang unik.
James L. Gibson, Jhon M. Ivancevich dan James H.
Donnelly, Jr. (2000: 43) berpandangan bahwa keberagaman adalah pebedaan fisik
dan budaya yang sangat luas yang menunjukkan aneka macam perbedaan manusia.
Sama halnya dengan Miller dan Katz, Gibson, Ivancevich, dan Donnelly menilai
bahwa banyak pendapat orang tentang keberagaman yang sangat membingungkan.
Keberagaman bukanlah sinonim untuk equal employment opprtunity atau bukan pula
sebagai assirmative action. Pendapat-pendapat tersebut sejalan dengan analisis
Roosevelt Thomas bahwa istilah keberagaman sering dipergunakan untuk
kepentingan politik untuk menjelaskan tentang humas right dan affirmative
action.
R. Roosevelt Thomas, Jr. (2006: 93) sendiri mengakui
bahwa pandangannya sendiri tentang definisi keberagaman mengalami evolusi. Pada
1970-an, dia memandang keberagaman sebagai perbedaan fungsional. Pada 1984-1985
keberagaman diartikan sebagai semua perbedaan tenaga kerja, ditambah dengan
isyarat tentang perbedaan di luar tenaga kerja. Sementara itu, antara
1996-2000, keberagaman menunjukkan setiap bauran semua hal yang ditandai oleh
perbedaan dan kesamaan. Akhirnya pada 2001-2005 dia sampai suatu pandangan
bahwa keberagaman menunjukkan bauran dari perbedaan, kesamaan, dan tegangan
yang dapat terjadi di antara elemen bauran yang bersifat pluralistik.
Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa cara para ahli
mengungkapkan pengertian keberagam sangat bervariasi, namun menunjukkan adanya
persamaan. Keberagaman menyangkut aspek yang sanagt luas, dapat dilihat dari
tingkatannya dan faktor yang mempengaruhunya. Keberagamn dapat terjadi pada
tingkat individu, kelompok, organisasi, komunitas, dan masyarakat. Keberagaman
juga sangat dipengaruhi oleh latar belakang demografis dan budaya sumber daya
manusia, kondisi lingkungan internal tempat kerja dan kondisi eksternal
masyarakat yang dihadapi.
Dengan demikian, dapat dirumuskan pengertian keberagaman
sebagai variasi dari berbagai macam kombinasi elemen demokrafis sumber daya
manusia, organisasional, komunitas, masyarakat, dan budaya. Adapun keberagaman
budaya adalah merupakan variasi kombinasi budaya sumber daya manusia di dalam
organisasi, komunitas, atau masyarakat.
B.
Perlunya
Memahami Keberagaman
Kondisi lingkungan eksternal dan internal organisasi
telah bayak mengalami perubahan. Perubahan telah terjadi dalam konteks sosial,
perubahan di tempat kerja dan perubahan organisasi. Birokrasiyang telah
memberikan sumbangan besar dalam pencapayan tujuan organisasi pada masa yang
lalu, dirasakan tidak lagi mencukupi kebutuhan. Keberagaman diharapkan dapat
menjadi alternatif yang dapat menghapus kekurangan biroksasi dalam menyesuaikan
diri dengan perkembangan yang terjadi.
Namun demikian,dengan penerapan keberagaman tidak berarti
bebas dari masalah.pemahaman tentang makna keberagaman dan kemampuan mengelola
keberagaman perlu ditingkatkan secara berkelanjutan.
a) Warisan
Birokrasi
Organisasi terbentuk dari individu-individu yang biasany
bekerja pada tingkat yang berbeda dan memegang tingkat tanggung jawab dan
kekuasaan yang bervariasi. Kebanyakan organisasi terstruktur sebagai suatu
hierarki dan menunjukkan adanaya hubungan antara tingkat di atas dengan
dibawahnya.
Birokrasi meruoakan
organisasi hierarki yang menjadi semakin jarang, tetatpi kenyataan menunjukkan
bahwa sulit untuk meninggalkan pemikiran dan praktik manajemen berbasis
kontrol. Sulit untuk tidak berpikiran bahwa organisasi sebagai mesin, diarahkan
dari tingkat eksekutif dengan berbagai kendali.
Untuk merespons kelemahan sistem mikanistik dalam
menghadapi kebutuhan perkembangan yanng terjadi, diperlukan perubahan pola
pikiar dalam mengelola sumber daya manusia yang lebih sesuai dengan kepentingan
keberagaman. Hanya dengan pola pikir baru yang lebih adaptif terhadap
keberagaman, kinerja organisasi dapat ditingkatkan. Biroksasi yang cenderung
bersifat kaku perlu mengubah dirinya menjadi lebih fleksibel dalam menghadapi
sumber daya manusia dalam organisasi yang semakin beragam.
b) Perubahan
Konteks Sosial
Perubahan struktur dalam persebaran kependudukan disatu
sisi sangat berpengaruh terhadap tuntunan kebutukan akan barang dan jasa,
disisi lain memengaruhi permintaan terhadap pasar kerja. Keinginan dan
kebutuhan konsumen akan barang dan jasa cenderung semakin berfareasi dan
semakin menghargai kualitas yang lebih tinggi. Tuntutan akan pemenuhan kepuasan
konsumen cenderung semakin meningkat. Dengan demikian, kinerja organisasi harus
berorientasi pada kualitas untuk memberikan tingkat kepuasan pelanggan yang
lebih tinggi.
Kondisi seperti tersebut diatas membuat semakin
beragamnya tebaga kerja dan proses kerja organisasi. Interaksi diantara tenaga
kerja dan pemimpin organisasi semakin meningkat. Kenyataan tyersebut mendesak
semakin diperlukannya pemahaman tentang kebergaman dan menunjukkan indikasi
semakin perlunya pengelolaaan keberagaman budaya.
Dalam pengembangan
keragaman budaya, maka setiap tenaga kerja harus dipandang sebagai individu.
Orang tidak dilihat dari kelompok mana mereka berasal. Sementara itu,
keterampilan dan kemampuan yang dibawa ke dalamorganisasi harus dihargai.
Memotret keberagaman
menuurut David Jamieson dan Julie O’Hara (Chris Speechley dan Ruth Wheatley,
2001: 20) dilakukan dengan melakukan identifikasi umur, gender, etnis,
pendidikan, cacat dan nilai-nilai. Untuk itu perlu ditempuh strategi
”flex-management”, dengan cara menyesuaikan orang pada pekerjaannya,
menjalankan manajemen kinerjaa, memperbaiki komunikasi dan keterlibatan
pekerja, meningkatkan gaya hidup dan dukungan kebutuhan hidup.
c) Keberagaman
Tempat Kerja
Pada awalnya, sejumlah organisasi melakukan tindakan
diskriminatif terhadap tenaga kerjanya dengan pertimbangan kepentingan
organisasinya. Mereka cenderung membatasi penggunaan tenaga kerja yang
mempunyai kekurangan fisik, tenaga kerja wanita, dan kelompok minoritas.
Kecenderungan sekarang semakin membuka kesempatan bagi tenaga kerja wanita, kelompok
minoritas dan penyandang tuna daksa.
Kita perlu mengembangkan keberagaman di tempat kerja
karena masyarakat kita semakin beragam. Kita perlu berpikir mengelola
keberagaman secara konstuktif dan menghindari kerugian karena disk riminasi.
Kegagalan mencegahnya akan menyebabkan merusak kualitas hidup pekerja individu,
mengikis kinerja organisasi, meningkatkan biaya (komonikasi, pergantian
pekerja, masalah kualitas), dan menjurus menjadi puplisitas buruk.
Berhimpunnya orang dengan latar belakang dan budaya
berbeda di tempat kerja menyebabkan semakin perlunya manajemen keberagaman
perlu agar keberagaman yang berpotinsi menimbulkan konflik dapat diubah manjadi
kekuatan bagi organisasi, dengan melakukan integrasi dan sinergi di antara
keragaman budaya.
C.
Keberagaman
Dalam Organisasi
Keberagaman dalam budaya organisasi ditunjukkan oleh
adanya ciri-ciri tertentu. Dalam suatu organisasi yang dapat menerima
keberagaman akan menunjukkan terdapatnya ciri-ciri sebagai berikut (Chris
speechley dan Ruth Wheatley, 2001:9).
1. Keterbukaan, sebagai suatu cara pengelolaan
yang bersifat menolak sikap berahasia dalam menjalankan pekerjaan.
2. Pemahaman, merupakan kesediaan untuk
bertanya sebelum memberikan pertimbangan atau melakukan evaluasi.
3. Kejujuran, merupakan kesediaan untuk
menerima kebenaran walaupun mungkin tidak menyenangkan.
4. Ketidaktakutan, menunjukkan lingkungan aman
dimana orang menpunyai kepercayaan diri untuk mengatakan apa yang benar-benar
dirasakan.
5. Pembelajaran, merupakan suatu penerimaan
akan perlunya bagi setiap orang untuk bergerak ke depan dan berkembang melalui
pengalaman, eksplorasi, dan pembelajaran
6. Tanggung jawab, merupakan suatu keinginan
pada setiap orang untuk tanggung jawab atas cara yang dilakukan organisasi,
dari pada menyalahkan orang lain atas masalah rantai budaya.
7. Komunikasi sangat berkembang, menunjukkan
kesiapan berkerja dengan membagi informasi secara berkelanjutan dan interaksi
berkualitas tinggi.
8. Kekurangan sentakan kesalahan, merupakan
kemauan untuk menggali alasan atas kesalahan atau kegagalan dan belajar dari
kesalahan.
Budaya seperti diuraikan diatas dapat menjadi landasan
untuk keberagaman, dengan pendekatan tentang pentingnya core value dan way of
life, dari pada hanya dilihat sebagai tujuan. Namun demikian, dalam suatu
organisasi terdapat kelompok-kelompok yang dapat terpengaruh oleh diskriminasi
dan sikap stereotipe dan dari kelompok tertentu. Kelompok dalam organisasi
terdapat berupa minoritas etnik, wanita, tuna daksa, dan kelompok umur.
a. Minoritas
Etnik
Pengertian menoritas diantara berbagai negara dapat
berbeda. Di amerika serikat kelompok minoritas dapat diartikan penduduk
pendatang yang jumlahnya kecil, seperti kaum kulit hitam atau negro, kaum kulit
kuning dari china dan vietnam, kaum kulit merah suku indian yang merupakan
penduduk asli amerika, kaum pendatang dari amerika latin dan seterusnya.
Di inggris kaum minoritas umumnya dari india, pakistan,
bangladesh, srilangka dan china. Di australia sebagai minoritas antara lain
adalah kaum aborigin dan imigran pendatang dari china, vietnam dan beberapa
negara timur tengah. Adapun untuk kondisi indonesia, minoritas terbesar adalah
dari etnik china, kemudian menyusun arab, india, pakistan dan mungkin sekarang
ini muncul pula mereka yang berasal dari beberapa negara afrika.
Kaum minoritas pada umumnya mempunyai ikatan budaya yang
kuat dalam upaya mempertahankan diri untuk bertahan. Mereka menjadi pesaing
karena pada umumnya lebih ulet dan bersedia diberi upah lebih rendah. Perbedaan
ini mencerminkan terjadinya diskriminasi dan di beberapa negara mereka
mendapatkan perlindungan hukum terhadap perlakuan diskriminatif tersebut.
b. Glass
Ceiling
Dalam bernagai organisasi yang menjalankan diskriminasi
sering terjadi yang dinamakan Glass Ceiling Effect. Kaum minoritas sering tidak
atau sedikit sekali terwakili dalam posisi penting organisasi. Dengan demikian,
tenaga kerja berasal dari kelompok minoritas, walaupun mempunyai kelebihan
sering tidak mendapatkan posisi penting. Hal yang sama dapat terjadi pada
tenaga kerja wanita. Sebenarnya hal tersebut bersifat merugikan dilihat dari
segi kinerja organisasi.
Wujud glass ceiling disamping dalam bentuk ksempatan
jabatan, juga dapat berupa perbedaan kompensasi. Kelompok minoritas wanita dan
tuna daksa sering mendapatkan kompensasi lebih rendah di bandingkan mayoritas
dan tenaga kerja pria.
c. Pekerja
Wanita
Tenaga kerja wanita pada dasarnya sudah mendapatkan
kesempatan yang sama dengan tenaga kerja pria. Perkembangan tenaga kerja wanita
di indonesia telah tumbuh dengan cepat. Namun, masih terdapat kenyataan tentang
perbedaan masalah dan hambatan yang dihadapi tenaga kerja wanita dibandingkan
pria.
Kesulit lain yang sering dihadapi tenaga kerja wanita
adalah harus menyeimbangkan tanggung jawab terhadap urusan rumah dan pekerjaan.
Karenanya tenaga kerja wanita cenderung bekerja dalam profesi tertentu seperti
perawat atau guru, pekerjaan kebersihan atau administrasi, cenderung mencari
pekerjaan paruh waktu dari padi penuh waktu, atau bekerja secara bebas dirumah.
Kondisi biologis alamiah wanita yang sering menjadi
hambatan dalam mempertimbangkan untuk mempekerjakan tenaga kerja wanita
sehingga merugikan posisi wanita.
d. Kelompok
Tuna Daksa
Manajemen keberagaman yang menyangkut kelompok tuna daksa
dapat besifat tuna daksa sebagai pekerja atau sebagai pelanggan. Secara
teoretik kesempatan dapat diberikan sama kepada kelompok ini. Namjun, secara
operasional terdapat pekerjaan tertentu yang tidak mungkin dilakukan oleh
mereka atas dasar kelemahan fisiknya. Disamping itu, dirasakan masih adanya
faktor psikologis yang dapat menghambat penggunaan tenaga kerja yang menyandang
kekurangan fisik tersebut. Namun arah yang harus ditempuh adalah memberikan
kesempatan seluas-luasnya sepanjang memiliki kemampuan sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan.
Kelompok tuna daksa sebagai pelanggan atas pemenuhan
kebutuhan fisik relatif sudah tersedia. Barang kali yang menjadi faktor
pembatas lebih kepada keterbatasan kemampuan ekonominya. Namun untuk bidang
pelayanan masih dirasakan banyak kekurangan perhatian. Meskipun beberapa telah
menyediakan fasilitas khusus bagi kelompok tuna daksa, namun secara keseluruhan
belum memadai.
e. Kelompok
Umur
Kebajakan terhadap kelompok umur dapat berbeda di antara
negara tergantung struktus kependudukannya. Negara dengan penduduk muda dalam
jumlah besar mungkin menempuh memberikan pensiun lebih cepat bagi kelompok tau,
sehingga kelompok kerjanya segera bisa diisi oleh kelompok muda. Namun, apabila
struktur kependudukan muda lebih rendah, mungkin dapat memberikan masa kerja
lebih panjang bagi kelompok tua.
Satu hal yang perlu menjadi perhatian adalah penggunaan
tenaga kerja di bawah umur yang sebenarnya dilarang oleh undang-undang.
Sebagian di antara mereka terpaksa bekerja karena desakan ekonomi keluarga.
Namun, sebagian lain dimanfaatkan oleh pengusaha karena bersedia dibayar dengan
upah murah.
Persoalan keberagaman pada dasarnya adalah bagaimana
memberikan pelakuan secara adil kepada orang atau kelompok yang berbeda. Untuk
mengelola orang dengan cara yang adil sangat tergantung pada masalah sebagai
berikut ( Chris Speechley dan Ruth Weatley, 2001: 11).
1. Pemikiran staf, yang dinyatakan praktis
sebagai memberikan manfaat penting berupa rendahnya biaya rekrutmen dan
pelatihan.
2. Memperluas basis pelanggan, dengan
memperluas spektrum orang sebagai pekerja, dan dapat ditarik pelanggan lebih
luas.
3. Pemahaman lebih luas tentang kebutuhan
pelanggan, sehingga pekerja dari berbagai latar belakang dapat membantu
organisasi untuk lebih baik menyediakan kebutuhan masyarakat.
4. Budaya trbuka dan lebih adaptif, dengan
memfokus pada kinerja dan pengembangan orang berbasis pada kompetensi dari pada
dalam keanggotaan kelompok, sehingga suatu organisasi akan menjadi lebih
bersemangan dan kompetitif.
5. Inovasi makin besar, sehingga pengetahuan
dan gagasan lebih mudah dikembangkan karena orang lebih berkomunikasi. Hal ini
terutama penting untuk tim multikultural dan multifungsional.
6. Tenaga kerja lebih berkomitmen, karena
orang yang dihargai dan di dengarkan biasanya akan lebih berkomitmen kepada
atasannya, dan banyak kenyataan menunjukkan
terdapat hubungan dengan kinerja yang lebih baik.
D.
Asas
Manajemen Keberagaman
Terdapat lima asas untuk memahami dan mempromusikan
efektifitas untuk menguasai keberagaman yang secara bersama-sama mendasari
kerangka kerja pengambilan keputusan. Kelima asas tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut ( R. Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 119) .
1. Harus
dibangun pemahaman bersama tentang konsep inti
Sebelum membuat keputusan, harus terdapat pemahan bersama
tentang konsep inti keberagaman. Di banyak organisasi, eksekutif dan pemimpin
keberagaman internal, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama merasakan
kebingungan konseptual, kecuali bahwa kebingungannya yang bersangkutan dengan
keberagaman. Beberapa melangkah dengan versinya sendiri tentang keberagaman
dengan tanpa kecenderungan menguji efektivitasnya. Adapun lainnya tidak dapat
menyebut definisi dan dasar-dasar yang menjelaskan usaha mereka sehingga
kembali pada rasionalitas bahwa “keberagaman berarti hal yang berbeda bagi
orang yang berbeda”.
2. Konteks
adalah kunci
Semua keputusan harus sesuai dengan lingkungan internal
dan eksternal di mana keputusan dibuat. Usaha keberagaman tidak dilakukan dalam
keadaan hampa, tetapi dibentuk dan dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dan
misi, visi,dan strategi organisasi.
3. Usaha
keberagaman harus “requirements driven”
Sejak quality decision harus sering dibuat di antara
tegangan keberagaman dan sejak kita semua adalah deversity challenged, memiliki
kelemahan dalam keberagaman, paling tidak pada tingkat tertentu, menjadi kritis
untuk memfokus pada hal-hal yang esensial. Hal
tersebut memungkinkan kita kembali pada apa yang penting dan membuat
quality decision dari pada tegangan dan tantangan.
Quality decision (R. Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 103)
adalah suatu keputusan yang membantu orang dan organisasi menyelesaikan tiga
tujuan penting, yaitu misi (apa yang kita cari untuk lakukan), visi (seperti
apa wujud keberhasilan secara ideal), dan strategi (bagaiman kita akan
memperoleh kedudukan kompetitif maksimum).
Oleh karena itu, usaha keberagaman harus requirement
driven atau di dorong oleh kebutuhan. Karenanya harus memfokus pada apa yang
benar-benar perlu untuk menyelesaikan misi, visi, dan strategi individu atau
organisasi. Requirement berbedda dari tradisi (cara sesuatu selalu dilakukan),
preferensi personal (cara saya menyukai sesuatu seperti apa), dan konvensi
(cara yang paling mudah bagi saya). Namun, requirement adalah “the way things
absolutely must be” atau cara sesuatu sesungguhnya harus dilakukan.
4. Aspirasi
keberagaman individu dan perusahaan harus dipertimbangkan
Ketika kita berbicara tentang keberagaman, kita berbicara
keberagaman dari perspektif perusahaan atau manajer sebagai perwakilannya.
Jarang kita berpikir aspirasi personal dari individu pemimpin atau kontributor.
Aspirasi dari individual ini mungkin berbeda dari aspirasi perusahaan. Sama
jelasnya bahwa aspirasi individual dapat memengaruhi efektivitas usaha
keberagaman perusahaan.
5. Perusahaan
dan individu harus menerapakan “strstegic driversity management” secara
universal
Untuk mengelola keberagaman secara efektif, perusahaan
dan individual harus menerapkan the
craft atau keahlian manajemen
keberagaman strategis pada bauran yang kritis.
The craft mengandung dua elemen, yaitu art and skill atau
seni dan keterampilan (R. Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 15). Untuk bakat
alamiah, the craft kebanyakan diartikan sebagai seni. Sering mereka tidak dapat
dengan mudah mengungkapkan mengapa dan bagaimana mereka begitu efektif dengan
manajemen keberagaman. Di sisi lain, mayoritas the craft adalah kketerampilan
yang dipelajari.
E.
Mengelola Keberagaman
Keberagaman bukanlah konsep abstrak, dapat terlihat
setiap hari, di setiap organisasi, di mana dua orang atau lebih terikat dalam
aktivitas bersama. R. Roosevelt Thomas, Jr. (2006: 101) mengemukakan adanya
lima konsep dasar manajemen keberagaman; manajemen keberagaman strategis adalah
keahlian yang dapat dipelajari; tegangan keberagaman adalah wajar; menjadi “
diversity challenged” tidak menjadi orang buruk; dan menjadi diversity capable
adalah menjadi tujuan.
1. Pemahaman
penegrtian keberagaman
Keberagaman adalah percampuran dari perbedaan, persamaan,
dan tegangan yang dapat terjadi di antara elemen colletive mixture atau bauran
kolektif. Untuk mengetahui suatu bauran merupakan keberagaman dapat dilakukan
dengan memerhatikan elemen, seperti ras, gender, etnis, umur, asal daerah,
afiliasi politik, kelas sosial ekonomi, orientasi seksual, masa jabatan dalam
organisasi, latar belakang pendidikan, atau kombinasi diantaranya.
2. Manajemen
keberagaman strategi adalah keahlian yang dapat dipelajari
Manajemen keberagaman strategi adalah keahlian untuk
meningkatkan cara orang membuat quality decision dalam situasi dimana terdapat
perbedaan, persamaan dan tegangan kritis. Karena merupakan keahlian kognitif,
maka setiap orang dapat belajar untuk
menggunakannya. Creft adalah konsep dan keterampilan fundamental yang di himpun
untuk sukses dibidang prestasi tertentu, yang terdiri dari elemen seni dan
keterampilan. Quality decision adalah
keputusan yang membantu orang dan organisasi menyelesaikan tiga tujuan penting,
yaitu misi, visi, dan strategi.
3. Tegangan
keberagaman adalah wajar
Tegangan keberagaman adalah stres, ketegangan, dan
ketertarikan cenderung mengalir dari interaksi perbedaan dan persamaan. Hal ini
tidak otomatis terjadi konflik atau permusuhan. Kenyataannya adalah merupakan
teman alami keberagaman. Sering kali, tegangan keberagaman dilihat sebagai
tanda kekurangan kemajuan, namun sebenarnya tidak perlu demikian.
4. Menjadi
“diversity challanged” tidak berarti menjad orang buruk
Menjadi diversity challanged atau memiliki kelemahan dan
keberagaman adalah mempunyai kesulitan membuat quality decision ketika
nperbedaan, kesamaan, dan tegangan terjadi. Tidak terjadi bahwa pelu mempunyai
kecenderungan menangani kecenderungan dengan buruk. Sekedar berarti tidak dapat
membuat keputusan baik ditengah keberagaman.
5. Menjadi
“ deversity capable” adalah tujuan
Tujuan akhir adalah belajar menjadi deversity capable
atau memiliki kemampuan keberagaman, yang berarti menguasia keahlian utuk
membuat quality decision dalam kondisi perbedaan, kesamaan, dan tegangan yang
bersangkutan. Berarti bahwa kita harus belajar keluar darimcara kita sendiri
dan membuat keputusan yang memungkinkan membantun tujuan sendiri dan
organisasi. Hal tersebut berarti bahwa kita belajar membuat quality decision
meskipun tidak nyaman dengan komponen campuran keberagaman tertentu yang terdapat
dalam lingkungan kita.
F.
Perspektif
Keberagaman
Perspektif keberagaman ditandai oleh meningkatnya minat
orang terhadap manajemen keberagaman, dan meningkatnya keberagaman tentang
pentingnya budaya terbuka. Untuk itu di perlukan belajar mengenai keberagaman
dari pengalaman sebelumnya, baik dalam kebaikan maupun kekurangannya.
Pengelolaan keberagamn budaya diperlukan untuk mempertahankan kerja yang telah
ada meupun dalam mendapatkan pekerja baru.
G.
Minat
Terhadap Keberagaman
Manajemen keberagaman secara komparatif merupakan bidang
baru dengan keahlian perkembangan secara gradual melalui pengalaman. Banyak
alasan orang untuk menaruh minat dalam masalah keberagaman, tetapi terutama
difokuskan pada masalah sebagai berikut (Chris Speechley dan Ruth Wheatley,
2001: 17).
1. Bottom line, atau juga dinamakan pengaruh
pada kinerja finansial, terutama penting dalam organisasi bisnis. Keberhasilan
manajemen keberagaman ditunjukkan oleh penurunan biaya, terutama dalam bentuk
pengeluaran lebih rendah untuk rekrutmen dan pelatihan.
2. Performance, tehadap kenyataan perbaikan
kinerja dan peningkatan pelibatan pekerja dalam organisasi dimana keberagaman
meningkat. Keberagaman dapat meningkatkan kinerja organisasi.
3. Legislation, terdapat tekanan alasan legal
untukrekrumen yang jujur dan kebijak sanaan kesempatan kerja. Kelompok-kelompok
sekarang ini dilindingi oleh legislasi terhadap diskriminasi kesempatan kerja
termasuk wanita, ras minoritas terhadap dan kaum tuna daksa.
4. Morality, masalah sosial dan moral terjadi
dalam organisasi apabila terjadi diskriminasi pada angkatan kerja, atau
terhadap posisi jabatan penting.
5. Public relations, tidak ada organisasi mau
dikenal secara publik bersifat diskriminatif dalam rekrutmen maupun kesempatan
kerja. Public relations yang baik akan meningkatkan citra organisasi.
6. Learning and creativity, semakin dipahami
bahwa pembelajaran dan kreativitas organisasional memerlukan budaya terbuka di
manaterdapat ruang untuk tantangan dan diskusi betapa pun tidak nyamannya.
Manajemen keberagaman dapat mengandung pengertian bahwa hal
yang berbeda untuk orang yang berbeda. Perbedaan dapat dilihat dari pendekatan
peluang yang sama, memfokus pada kinerja individual dan nilai perbedaan serta
perbedaan kontribusi.
Biasanya terdapat tiga
hal yang perlu dibedakan yang menyangkut keberagaman budaya organisasi karena
masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda.
1. Affirmatif action, memberi preferensi dalam
rekrutmen dan promosi kepada mereka yang kurang terwakili dalam pekerjaan atau
dalam posisi senior manajemen.
2. Equal opportunities, memberi peluang yang
sama pada kelompok yang kurang terwakili dan orang dalam kelompok ini
diperlakukan berbeda dari lainnya, terutama dalam bentuk dalam pelatihan yang
diberikan.
3. Difersity management, merupakan pendekatan
yang dimaksud menciptakan integrasi, tenaga kerja yang terlibat dari banyak
budaya yang berbeda, di mana setiap orang di dorong mengembangkan dan melakukan
kinerja sampai pada batas potinsinya.
H.
Manfaat
budaya terbuka
Keterbukaan merupakan kunci bagi budaya keberagaman. Organisasi
dengan budaya terbuka menciptakan iklim yang lebih hidup, bersahabat, spontan
dan kegembiraan. Orang lebih banyak tertawa dan lebih siap untuk mengajukan
pertanyaan, lebih siap untuk menyampaikan masalah. Dalam budaya keberagaman,
orang merasa dapat berbicara dengan jujur, mengharapkan untuk di dengar dan
melakukan tindakan berkaitan dengan masalah di pekerjaan.
Penciptaan budaya semacam ini sangat menantang bagi
manajer baik sebagai individu atau pada tingkat organisasi. Mendengarkan pada
orang yang terlibat dengan masalah, akan memerlukan waktu, usaha dan
keterampilan dari seorang pemimpin. Pemimpin hanya dapat menciptakan suasana
budaya terbuka apabila dia bersedia melakukan hal yang sama seperti apa yang
dia minta kepada bawahannya untuk melakukan. Dalam budaya terbuka terdapat
kejujuran dan saling mempercayai antara atasan dan bawahan.
Budaya terbuka cenderung sudah mulai dijalankan pada
beberapa organisasi yang menerapkan manajemen yang lebih demokratis, terutama
beberapa organisasi yang bekerja sama dengan organisasi asing.
I.
Masalah
Keberagaman
Pendekatan tradisional keberagaman penting memerhatikan,
menciptakan siklus krisis, pengenalan masalah, tindakan, harapan besar,
kekecewaan, istirahat, dan memperbarui krisis. Kebanyakan manajer merasa bahwa
mereka berputar dalam siklus.
Sekarang, dengan perubahan besar, tanpa harapan
berlebihan, tetapi mereka masih menghadapi kebuntuan, tetap berputar dalam
siklus. R. Roosevelt Thomas, Jr. (2006: 70) memaknai organisasi yang mengalami
stuck atau kebuntuan masih dapat memperoleh kemajuan, namun tidak dapat
mencapai tujuan yang diharapkan.
Terdapat beberapa faktor yang membuat manajer keberagaman
mengalami kebuntuan, antara lain disebabkan oleh (R. Roosevelt Thomas, Jr.,
2006: 75-80):
1. Inisiatif keberagaman tenaga kerja telah
dipolitisasi dari sejak awalnya. Secara historis, pemikir masalah keberagaman
memandang masalah ini sebagai perluasan dari gerakan hak sipil.
2. Manajer keberagamn tidak nyaman dengan
tegangan keberagaman. Dalam kenyataan, dengan keberagaman, maka tegangan pasti
terjadi. Diperlukan kemauan untuk menerima realitas adanya tegangan dan
kemampuan membuat quality decision.
3. Advokasi keberagaman sering percaya bahwa
progres dengan hanya menghapuskan peredaan saja tidak cukup. Fokus pada
ketidaknyamanan teganagan keberagamn bukan satu-satunya aspek yang membuat
orang tetap berputar.
4. Bahkan stuck corporation dapat melakukan
pekerjaan berkualitas di bidang keberagaman. Mereka dapat menjalankan
berkualitas yang memfokus pada angka-angka dan hubungan kerja, tetapi mengalami
kebuntuan.
5. Usaha memberi penghargaan masyarakat dengan
keberagaman, justru mendorong sinisme. Masyarakat tidak membedakan antara usaha
dan prestasi perusahaan.
6. Korporasi menandingi perusahaan yang
menghadapi kebuntuan melalui benchmarking. Sebagai benchmark adalah perusahaan
yang menjalankan praktik keberagaman terbaik.
7. Banyak pimpinan percaya bahwa tidak ada
solusi baru yang diperlukan. Mereka berpikir bahwa yang perlu adalah keinginan
untuk bertindak.
8. Sejumlah eksekutif senior berfikir bahwa
menghadapi kebutuhan adalah state of the art. Mereka tah bahwa mereka
menghadapi kebuntuan, tetapi mereka percaya bahwa setiap perusahaan yang
terikat serius dengan keberagaman akan tetapi menghadapi kebuntuan sampai state
of the art membantu.
9. Banyak pemimpin segan mengakui bahwa mereka
perlu bantuan. Beberapa pemimpin mengetahui bahwa mereka mengalami kebuntuan,
tetapi berpikir mereka dapat menemukan jalan keluar yang cocok sendiri apabila
mereka berusaha cukup keras.
10. Ketidak jelasan meluas. Pemimpin berbicara
tentang pentingnya dan manfaat
potensial keberagaman, tetapi beberapa bersifat spesifik tentang tahapan yang
diharapkan dan tantangan implisit dalam mencapai tujuan.
11. Kebingungan konseptal dan proses mendominsi.
Alasan lain sasaran keberagaman tidak jelas karena variasi konsep dipandang
sinonim.
12. Manajer mempunyai kesulitan menyambung
secara simultan pada dua pendekatan atau lebih.
J.
Terobosan
Implementasi Keberagaman
Pemahaman
dan kebijaksanaan tentang keberagaman menjadi kurang berarti apabila tidak
dapat diimplementasikan. Implementasi keberagaman memerlukan lebih dari sekedar
menggunakan tenaga kerja yang beragam. Perubahan radikal juga diperlukan dalam
struktur dan budaya, baik dalam kebijaksanaan dan peraktik, keterampilan dan
gaya para pemimpinya, dan interaksi sehari-hari diantara pekerjanya (frederick
A. Miller dan judith H. Katz, 2002: 1).
Banyak
organisasi gagal membuat perubahan karena perubahan tampak terlalu radikal.
Organisasi nsemacam ini tidak akan dapat bertahan. Bagi banyak orang dan
kebanyakan organisasi, keberagaman tampak seperti suatu persoalan dan buku
merupakan solusi. Hal tersebut terjadi karena perbedaan dihindari, tetapi tidak
dirangkul dan dimanfaatkan. Hirarki lama, tradisi dan biasa seharusnya jangan
dipertanyakan atau diuji. Untuk membuat perubahan dirangkul dan
mengkapitalisasi keberagaman akan memerlukan terobosan yang benar, yang
dinamakan inclusion breakthrough (frederick A. Miller dan judith H. Katz, 2002:
1).
Frederick A. Miller dan judith H. Katz, (2002: 199)
memberikan pengertian inclusion sebagai “mengikutsertakan sepenuhnya dan dengan
penuh penghargaan semua anggota, tanpa memandang gender, agama, ras, warna kulit,
orientasi seksual, asal negara, umur, atau kemampuan fisik, dalam aktivitas dan
kehidupan organisasi.
Adapun inclusion dipergunakan dalam konteks
divercity (keberagaman) oleh Miller dan Katz, untuk menjelaskan bahwa manajemen
keberagaman harus dilakukan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi, maka
keberagaman dapat menjadi sebuah kekuatan.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
dengan memastikan bahwa keberagaman harus dilihat sebagai suatu misi kritis.
Apabila keberhasilan organisasi sekarang dan yang akan datang dikatkan secara
langsung pada perlunya keberagaman, maka akan menjadi alat yang sangat kuat
untuk perubahan organisasi dan mencapai kinerja tinggi. Membuat misi kritis
keberagaman menunjukkan sifat mendesaknya pada setiap orang dalam organisasi
dan memosisikan organisasi memosisikan organisasi mendapatkan manfaat dari
meningkatkan keberagaman tersebut. Fondasi Keberhasilan
K.
Keterampilan
manajemen keberagaman
Ada tiga macam keterampilan manajemen keberagaman yang
diperlukan untuk menguasai keahlian manajeman keberagaman strategis (R.
Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 154), yaitu:
a. Mampu mengenal diversity mixture.
Apabila tidak dapat melihat situasi
sebagai bauran keragaman atau diversity mixture, maka tidak dapat
mennjukkan keterampilan manajemen. Namun
ada beberapa faktor yang dapat membuat sulit, yaitu: (a) kerangka kerja
alternatif, (b) kurangnya kepedulian, (c) politisasi definisa keberasgaman (d)
emosionalisme, (e) tegangan, dan (f) kebanggaan eksekutif.
b. Mempertimbangkan apakah diperlukan
tindakan. Tidak semua bauran keberagaman atau diversity mixtre harus
dikerjakan.sebelum melakukan tindakan perlu dipertimbangkan keuntungan yang didapat
dicapai atau kerugian yang dapat dicegah cukup signifikan.
c. Memilih dan menggunakan tindakan yang
sesuai. Apabila memang perlu melakukan sesuatu, maka harus memilih kemunkinan
respons atau opsi tindakan.
L.
Kedewasaan
keberagaman
Keterampilan keberagaman hanya akan efektif apabila
disertai dengan kedewasaan keberagaman. Orang memiliki kedewasaan keberagaman
mudah dikenal dengan beberapa keragaman karakteristik unit sebagai berikut. (R.
Roosevelt Thomas, Jr., 2006: 159).
a. Mereka mengakui menjadi divrsity
challenged. Eksektif tidak mendapat kondisi ini sampai mereka memahami apa arti
sebenarnya menjadi diversity challengad. Sepanjang mereka melanjutkan
beroperasi dari sdut pandang keberagaman yang secara politis benar, mereka
tidak mungkin melihat dirinya diversity challegad sama sekali.
b. Merekan mengenal kergian menjadi
diversity challengad. Kergian adalah ekstrem, baik secara profesional maupun
personal. Apabila dapat menyataka dirinya diversity challengad, maka relatif akan mudah bagi mereka untuk melihat kerugian
dari kegagalan mencapai integrasi fungsional, dasn tantangan bagi kesehatan,
persahabatan dan keluarga mereka.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dapat dirumuskan pengertian keberagaman sebagai variasi
dari berbagai macam kombinasi elemen demokrafis sumber daya manusia,
organisasional, komunitas, masyarakat, dan budaya. Adapun keberagaman budaya
adalah merupakan variasi kombinasi budaya sumber daya manusia di dalam
organisasi, komunitas, atau masyarakat.Penerapan keberagaman tidak berarti
bebas dari masalah.pemahaman tentang makna keberagaman dan kemampuan mengelola
keberagaman perlu ditingkatkan secara berkelanjutan.
Budaya sebagai landasan untuk keberagaman, dengan
pendekatan tentang pentingnya core value dan way of life, dari pada hanya
dilihat sebagai tujuan. Namun demikian, dalam suatu organisasi terdapat
kelompok-kelompok yang dapat terpengaruh oleh diskriminasi dan sikap stereotipe
dan dari kelompok tertentu. Kelompok dalam organisasi terdapat berupa minoritas
etnik, wanita, tuna daksa, dan kelompok umur.Dengan memfokus pada kelompok
tertentu dapat mencermati interaksi antara budaya dengan faktor seperti
pengupahan, prospek promosi, status kerja, dan pengangguran.Menilai keberagaman
dari perspektif organisasi dan kepemimpinan berarti memahami dan menilai
perbedaan dimensi keberagaman inti dan sekunder antara seseorang dengan
lainnya. Tujuan penting yang semakin meningkat dalam masyarakat yang berubah
adalah memahami bahwa semua individu adalah berbeda dan mempunyai apresiasin
dengan perbedaan ini.
B.
Saran
Bagaiman masyarakat bisa memahami keberagaman budaya
organisasi yang ada di lingkuangan mereka sehingga mereka tidak melupakan apa
myang sudah ada sejak dulu dan untuk mereka bisa belajar dari keberagaman
budaya itu sendiri dan masyarakat itu bisa membudayakan apa yang seharusnya di
budayakan.
DAFTAR PUSTAKA
Izin kak, buat tugas kuliah aku, makasih sangat-sangat membantu
BalasHapusTINN'T TINN'T TINN'T TINN'T TINN'T TINN'T
BalasHapusTINN'T TINN'T TINN'T TINN'T TINN'T TINN'T TINN'T titanium plate flat irons TINN'T TINN'T TINN'T TINN'T TINN'T TINN, TINN'T, TINN'T, titanium apple watch TINN-T, TINN-T-S, TINN-T, TINN-T-N-T, TINN, TINN-T, 2020 escape titanium TINN-T, TINN, TINN-T, TINN, TINN-T, smith titanium TINN-T, TINN- citizen titanium dive watch
ijin juga kak
BalasHapus